Selain itu, Menkeu menyampaikan bahwa pemerintah memanfaatkan momentum krisis saat ini dalam melanjutkan sejumlah reformasi struktural untuk memperkuat fondasi bagi pemulihan ekonomi, salah satunya melalui Omnibus Law Cipta Kerja tahun lalu dan pengesahan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tahun ini.
Wempi yang juga mendapatkan tugas untuk ikut dalam persiapan Indonesia sebagai tuan rumah konrferensi G20 itu juga menilai perubahan iklim menjadi salah satu tantangan global yang terberat dan dapat mengancam peradaban manusia. Tidak hanya itu, perubahan iklim juga dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan stabilitas keuangan global.
Oleh karena itu, lanjutnya, Indonesia menekankan pentingnya untuk memastikan bahwa transisi hijau dalam upaya penanganan perubahan iklim tidak hanya adil dan teratur, tetapi juga terjangkau (a just orderly and affordable) terutama bagi negara-negara berkembang dan negara miskin.
Sri Mulyani juga menilai, bauran kebijakan harus memungkinkan negara untuk meminimalisasi konsekuensi yang timbul dari transisi hijau. Upaya penurunan emisi di sektor energi melalui transisi dari penggunaan bahan bakar fosil (fossil phased out) harus dipersiapan dan dilaksanakan secara bertahap.
“Nah, itu semua membutuhkan dukungan akses yang terjangkau dalam pembangunan infrastruktur dan teknologi rendah karbon yang berkelanjutan, meminimalisasi kerugian ekonomi dan sosial bagi berkembang dan negara rentan, termasuk memitigasi risiko hukumnya,” ujar Menkeu.