“Sumber BBLR dan premature adalah anemia ibu kawin atau hamil pada usia kurang dari 20 tahun,” tambahnya.
Untuk itu, jelas Hasto penanganan stunting dari hulu adalah penyuluhan untuk calon pengantin dan pemeriksaan Kesehatan bagi calon pengantin perempuan apakah anemia atau tidak. Jika saat pemeriksaan calon pengantin dan diketahui mengalami anemia maka akan mendapatkan vitamin tambah darah dan akan terus dipantau sampai anemia teratasi.
“Dalam upaya preventif BKKBN melakukan perjanjian Kerjasama dengan Kementerian Agama dalam pencegahan stunting melalui penyuluhan kepada para calon pengantin,” tegas Hasto.
Ditempat yang sama, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Pusat, Nopian Andusti mengatakan data survey status gizi balita Indonesia 2019 menunjukkan bahwa angka prevalensi stunting di Indonesia adalah 27,67 persen masih di atas angka standar WHO yaitu 20,5 persen. Oleh karena itu, percepatan penurunan stunting menjadi prioritas pembangunan yang dituangkan dalam Peraturan Presiden nomor 27 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. “Angka prevalensinya ditargetkan dapat diturunkan menjadi 14 % pada tahun 2024,” ujarnya.
Dalam Perpres tersebut, jelas Nopian, juga mengamanatkan untuk memastikan setiap calon pengantin atau calon pasangan usia subur berada dalam kondisi ideal untuk menikah dan hamil. Oleh karena itu, catin PUS harus memperoleh pemeriksaan Kesehatan dan pendampingan selama 3 bulan pranikah serta mendapatkan bimbingan perkawinan dengan materi pencegahan stunting.