Tanpa kejelasan tata administrasi, imbuhnya, alokasi anggaran berpotensi fraud, yakni penyalahgunaan dana secara tidak bertanggungjawab.
Sementara itu, tambahnya, perbedaan kondisi demografi penduduk di tiap RW, juga berpotensi mengundang masalah lain.
Menurutnya, antara RW berpenduduk sedikit, hanya satu dua RT, puluhan KK, ratusan warga dengan RW padat penduduk dengan jumlah RT yang banyak, ratusan hingga ribuan KK, dan puluhan ribu penduduk, bisa mengundang kecemburuan akibat ketimpangan alokasi anggaran dan memicu pemekaran RW secara massive.
“Ini, berpotensi kerawanan sosial dan pembengkakan anggaran dana Rp 300 juta per RW,” tegasnya lagi.
Tanpa kajian yang mendalam dan komprehensif, tatarnya, serta pelanggaran prosedural di sana sini, dikuatirkan progam tersebut akan menjadi bom waktu masalah di belakang hari.
“Untuk itu, saya sarankan untuk lebih berhati-hati, lakukan kajian terlebih dahulu dan ikuti ketentuan hukum serta perundangan, juga prosedur yang benar,” pungkas Ade Firmansyah.
Sebagaimana diketahui secara luas, di antara program populis Walikota terpilih dalam Pilkada Kota Depok tahun 2024 lalu, adalah janji kampanye berupa alokasi “Dana RW sebesar Rp300 juta per tahun”.