Jakarta, Transnews.co.id – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selalu mengintai Nusantara setiap tahun. Bahaya laten kebakaran ini kerap terjadi di wilayah yang memiliki hutan, lahan gambut, dan perkebunan luas.
Oleh karenanya, pemerintah terus menegakkan langkah-langkah antisipasi karhutla dengan berpegang pada strategi menuju solusi permanen pengendalian karhutla dan pengalaman-pengalaman penanggulangan karhutla sejak 2015, terutama dalam menghadapi puncak musim kemarau pada 2021 yang diperkirakan terjadi pada Agustus–Oktober 2021.
Prediksi dari Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, jika berdasarkan analisis ZOM Dasarian II Agustus 2021, sekira 85,38 persen wilayah Indonesia telah masuk musim kemarau. Analisis hotspot/titik panas juga menunjukan kategori menengah hingga tinggi, sehingga potensi karhutla dalam Agustus–Oktober diprediksi semakin menguat, terutama di Sumatra bagian tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kondisi cuaca panas ini diketahui juga telah menimbulkan bencana karhutla di negara-negara Eropa dan Amerika sepanjang 2021 dan mengakibatkan ribuan hingga jutaan hektare lahan hangus tersulut kobaran api.
Menyikapi kondisi demikian, pemerintah khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupaya terus mendorong solusi permanen pengendalian karhutla, seperti yang diminta oleh Presiden Joko Widodo dalam setiap arahannya pada Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di Istana Negara.