Bidan di papua, menyampaikan kepada penulis ketakutan mereka menolong persalinan dengan dukungan APD ala kadarnya.
Mau tidak mau mereka harus menolong pasien karena pelayanan obstetri identik dengan kegawatdaruratan ibu dan janin. Bila tidak ditolong janin bisa meninggal, bila ditolong dengan keterbatasan APD, risiko tertular Covid-19 dari pasien yang tanpa gejala ditanggung bidan.
Di kota besar pun akan mengalami hal yang sama. Sebagai contoh di kota Surabaya yang potensial menjadi episentrum baru Covid-19.
Anggaran penanganan Covid-19 kota Surabaya mencapai ratusan miliar, serapan anggarannya harus dialokasikan untuk perlindungan tenaga kesehatan di unit-unit terkecil.
Sebab bila tenaga kesehatan di unit terkecil seperti puskesmas, rumah bersalin, bidan praktek bekerja tanpa ada alat pelindung diri, keputusan rasional adalah merujuk pasien ke rumah sakit.
Kekuatan rumah sakit kecil pun ada limitnya, karena kebutuhan APD di era pandemi ini sangat berat.
Kejadian banyak rumah sakit overload akibat lonjakan kasus banyak juga menghantam kualitas pelayanan obstetri.
Perhatian kita tertuju pada Covid-19, padahal ada penyakit lain di luar Covid-19. Hamil dengan sakit jantung, hamil dengan penyakit autoimun, hamil dengan risiko perdarahan, semua terhantam oleh Covid-19.
Contoh kasus, di salah satu rumah sakit tersier di negara dunia parallel, yang juga terinfeksi Covid-19.
Terjadi overload pasien di rumah sakit kecil, pasien hamil dengan Covid-19 terpaksa dirujuk ke rumah sakit kesehatan tersier tersebut.