DEPOK,transnews.co.id – Pendidikan adalah kunci menghantarkan Indonesia menjadi bangsa besar dan maju. Oleh karenanya, kualitas pendidikan harus terus ditingkatkan sehingga Indonesia akan menjadi bangsa yang selalu siap menghadapi persaingan global.
Guru memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, segala persoalan tentang guru di negeri ini harus terus dicari jalan keluarnya agar ke depan bangsa ini terus melahir anak-anak yang berkualitas, yang siap membawa bangsa ini menjadi bangsa yang selalu diperhitungkan di mata dunia.
Berbicara soal guru, negeri kita masih punya persoalan khusunya terkait dengan guru honorer. Pada tahun 1974-1975, dilansir laman kemdikbud.go.id, pemerintah mengangkat guru secara besar-besaran. Pada saat itu anak bangsa yang lulus menempuh pendidikan tingkat SMP diminta untuk mendaftarkan diri menjadi guru dan akan dididik selama 1 tahun dalam Program Kursus Pendidikan Guru (KPG).
Perekrutan besar-besaran itu kemudian tentu saja diikuti dengan pembangunan sekolah besar-besaran juga, hal ini terjadi sampai tahun 1994. Menjelang reformasi, jumlah SD Inpres itu sudah 160 ribu. Pada tahun 2002 s.d. 2005 merupakan masa menjelang terjadinya pensiun besar-besaran guru SD. Namun ketika itu Pemerintah justru melakukan moratorium pengangkatan guru. Hal itulah yang menyebabkan banyaknya guru honorer sekarang ini.
Moh Hafid Nasir anggota dewan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, biasa dipanggil Hafid, pernah lama di Jerman selama kurang lebih 9 tahun sekaligus menuntaskan pendidikan sarjana disana mengatakan istilah guru honorer tidak ada di negara-negara maju termasuk di Jerman.