Hafid menjelaskan, tenaga honorer K1 gajinya dibiayai dari APBN/APBD, sedangkan tenaga honorer K2 gajinya dibiayai dari non-APBN/non-APBD.
Pada tahun 2012 diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2012 yang mengatur seleksi dan pengangkatan tenaga honorer K1 dan K2 yang Kemudian pada tahun 2013, sebanyak 2.107 orang tenaga honorer K1 yang memenuhi syarat diangkat. Sementara itu, sebanyak 684.462 orang tenaga honorer K2 mengikuti seleksi, dan 209.872 orang di antaranya lulus.
Dikutip dari laman Lembaga Administrasi Negara (LAN) RI, tahun 2014 keluar Undang-Undang (UU) nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak lagi mengatur pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) secara otomatis.
“Artinya sejak UU ini diterbitkan, ASN dibagi menjadi dua jenis saja, yaitu PNS dan PPPK”, kata Hafid.
“Dengan adanya UU Nomor 5 Tahun 2014 mengenai ASN, akhirnya para honorer yang kebanyakan sudah melewati batas umur untuk menjadi PNS bisa tetap menjadi ASN melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dengan tahapan dan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,” imbuh Hafid.
Pada tahun 2023 yang lalu, pemerintah bersama DPR RI telah menyetujui perubahan UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN dan diganti dengan UU No 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Perubahan regulasi ini diharapkan dapat memperluas skema dan mekanisme kerja PPPK sehingga bisa menjadi solusi terkait dengan keberadaan tenaga honorer, jelas Hafid,