TN. ACEH l — Vucu Sultan Aceh Cut Putri yang dikenal sebagai Tuan Putri Aceh Darussalam dan Pemimpin Darud Donya Aceh, meminta pemerintah menjaga situs sejarah dan jangan merusak atau memusnahkannya dengan berbagai dalih.
Cut Putri mengatakan bahwa sejak masa Revolusi 1945 sampai sekarang
sudah tidak terhitung situs sejarah Aceh baik makam, bangunan, benteng dan bekas peninggalan sejarah yang sengaja dihancurkan. Belum lagi penjualan manuskrip, koin emas uang era kesultanan, artefak, senjata-senjata, dan benda bersejarah lainnya ke luar Aceh.
Para Sultan Aceh zaman dahulu adalah pelindung sejarah. Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M) malah melindungi seluruh kawasan bersejarah di Aceh, bahkan melindungi peninggalan sejarah era sebelum Kesultanan Aceh Darussalam berdiri.
Tradisi ini dilanjutkan oleh menantunya yaitu Sultan Iskandar Tsani Alaiddin Mughayat Syah (1636-1641 M). Dalam Bustanussalatin, Sultan Iskandar Tsani berziarah ke Samudera Pasai dan juga menjaga makam-makam yang ada. Bahkan dalam gelarnya Sultan Iskandar Tsani menjuluki dirinya sebagai Sultan yang menjaga makam yang awani (sepi).
“Mengapa Para Raja Aceh menggelari diri Sultan yang menjaga makam yang awani (sepi). Karena penghancuran makam adalah hal yang tidak pernah ada sebelum kedatangan Portugis di Malaka”, terang Cucu Sultan Aceh Cut Putri.
Bangsa di kawasan semenanjung Melayu dan Nusantara umumnya memiliki penghormatan terhadap orang yang telah tiada. Namun ketika Portugis datang ke Malaka, Portugis menghancurkan Istana Malaka dan makam para Raja. Penghancuran makam ini Membuat Sultan Ali Mughayat Syah (1511-1530 M) amat sedih dan berduka cita.