Penaklukan sebuah negara adalah hal biasa lantas apa salah makam para Raja-Raja Malaka sehingga harus ikut dihancurkan. Sejak saat itu para Raja Aceh melindungi makam para raja dan ulama dikawasan Sumatra dan tanah Melayu dari penghancuran oleh Portugis.
Sultanah Safiatuddin naik tahta (1641-1675 M), adalah Sultanah yang terkenal kepeduliannya terhadap sejarah. Makam Abangta Poteu Cut Abdul Jalil Meurah Pupok yang dihukum mati Sultan Iskandar Muda, dibuatkan batu nisan yang indah dan berukir. Menurut beberapa informasi makam Abangta Pocut Meurah Pupok kemudian dihancurkan oleh Belanda ketika pecah perang Aceh 1874 M.
Bustanussalatin karangan Syeikh Nuruddin Ar Raniri juga menceritakan, bahwa 7 hari setelah Sultan Iskandar Tsani wafat, maka Sultanah Safiatuddin memerintahkan Penghulu Sida Ngadap bergelar Raja Udahna Lela agar memanggil Kejruen Batu Raja Indra Busana untuk memahat makam Sultan.
Syeikh Nuruddin Ar Raniri mengisahkan betapa indahnya nisan Aceh yang dipahat dengan ukiran yang menakjubkan. Sultanah Safiatuddin juga memerintahkan Kejruen Emas, Kejruen Suasa dan Kejruen Perak untuk menatahkan permata di nisan Sultan Iskandar Tsani. Ini menandakan betapa makmurnya Kesultanan Aceh Darussalam pada masa kejayaannya.
Dalam Bustanussalatin karangan Syeikh Nuruddin Ar Raniri (wafat 1658 M) tertulis bahwa yang mengangkat nisan Sultan Iskandar Tsani adalah Qadhi Al Qudah Qadi Malikul Adil dan Syeikh Nuruddin Ar Raniri, Perdana Menteri Orang Kaya Maharaja Seri Maharaja, Orang Kaya Laksamana Seri Perdana Menteri, Orang Kaya Seri Maharaja Lela, Orang Kaya Maharaja Setia, dll. Pemakaman Sultan Iskandar Tsani berlangsung dengan disaksikan dari seluruh dunia dan pedagang serta penjelajah Asing.