Para pemuda dibawah Komando Margonda mengepung dan berhasil menguasai Depok. Namun tidak lama kemudian sekutu datang dan merebut Depok. Para pejuang mundur menyusun kekuatan. Mereka melakukan serangan balik pada 16 November 1945 dengan sandi perang Serangan Kilat.
“Buku ini menggali sosok seorang Margonda, dan juga sepakterjangnya sebagai pahlawan kemerdekaan,” kata Gara lagi.
Untuk mendapatkan data tersebut, Gara menggali ke Bogor, Depok, Arsip Nasional, Perpustakan Nasional, dan wawancara dengan para pihak.
Gara bertemu dengan Asan Bogeg (95), pasukan laskar pembantu yang berjuang bersama 8 kawannya menjadi pasukan Margonda.
Menurut Asan Margonda dikenal sangat pemberani. Dalam pertempuran 6 kawannya Asan meninggal, satunya tertangkap dan dicongkel matanya oleh Belanda dan sekutu.
Gara juga bertemu dengan Eman Sulaiman (88), seniman dan budayawan Bogor, yang ketika peristiwa tersebut Eman betusia 14 tahun.
Menurut Eman, ketika itu banyak pemuda di Bogor yang ikut Margonda ke Depok untuk mengembalikan Depok kepangkuan ibu pertiwi. Karena pada saat Indonesia merdeka, Depok yang banyak penduduk Belanda, tak mau mengakui kedaulatan RI.
Gara juga bertemu dengan Rd. H. Rahmadi Wangsaatmadja (90), tokoh veteran pejuang kemerdekaan Bogor, salah satu pemuda yang pergi ke Depok masuk menjadi pasukan Margonda
Menurut Rahmadi, begitu Indonesia merdeka, Belanda yang lama menjajah Indonesia belum mau mengakui kemerdekaan RI. Sekutu pun mendompleng ingin kembali duduk di bumi pertiwi. Mereka membagi tugas, Margonda berjuang di Depok, Muslihat di Bogor. Tujuannya adalah bagaimana kedaulatan RI pasca kemerdekaan tetap terjaga. Namun mereka akhirnya gugur di medan perang.