E-Perda yang diluncurkan pada 9 Maret 2022 oleh Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri RI ini sendiri, terang Sahat, memangkas proses-proses panjang yang biasanya ditempuh saat menyusun Perda secara manual.
“Lewat sini, kita sudah tidak perlu lagi konsultasi tatap muka karena sudah ada fasilitas E-Konsultasi. Lalu tidak perlu lagi ada kunjungan kerja ke daerah lain karena lewat E-Perda, kita sudah bisa tahu Perda mereka seperti apa. Jadi dengan begitu, anggaran yang dikeluarkan akan lebih sedikit dan juga sesuai dengan kondisi dunia saat ini yang masih berada dalam krisis Covid-19. Sehingga, kita bisa menjaga diri dengan tidak banyak berinteraksi secara langsung,” terangnya.
Menurutnya e-Perda memberikan solusi yang cerdas. Pasalnya, aplikasi ini bisa membantu untuk menyelesaikan pembahasan Raperda dengan tepat waktu. Sebab, e-Perda ini juga memberikan percepatan pada sistem konsultasi, verifikasi, klarifikasi dengan dilakukan secara digital. “Ini kita sambut baik dan mudah-mudahan ini akan memudahkan kita semuanya untuk mengakses semua raperda yang kemudian bisa bermanfaat bagi kabupaten/kota,” kata Sahat.
Meski akan berubah menjadi lebih digital dan tidak perlu konsultasi fisik, namun ada beberapa Raperda yang masih tetap membutuhkan konsultasi dengan tatap muka. Khususnya pada Raperda yang menyangkut strategis, misalnya raperda terkait dengan APBD. Meski aplikasi ini sudah bisa dipakai untuk pembahasan Raperda APBD tetap ada beberapa hal yang mengharuskan komunikasi langsung. “Aplikasi e-Perda ini juga akan memberikan kemudahan pada peraturan kepala daerah yang menjadi bagian dari produk hukum daerah. “Itu juga tentu akan masuk dalam e-Perda ini,” jelasnya.