“Belum lagi petani dihadapkan dengan langkanya pupuk subsidi, sehingga ketika waktunya proses pemupukan petani kesulitan dan telat melaksanakan proses pemberian pupuk,” katanya.
Masduki menambahkan ketika proses pemupukan telat maka hasil panen pun tidak bisa sesuai dengan apa yang diharapkan. “Jika kelangkaan itu berlangsung lama, maka berpotensi memiliki dampak buruk, bahkan hingga gagal panen seperti disampaikan pada awal pertemuan. Dan dengan adanya kartu tani menjadi harapan dan asa baru bagi petani. Akan tetapi dalam realisasi pelaksanaannya pun dirasa kurang maksimal dalam penyaluran pupuk bersubsidi melalui kartu tani. Petani sangat mengharapkan adanya solusi dan langkah dari pemerintah untuk mengatasi kelangkaan pupuk subsidi yang setiap tahunnya terus terjadi,” jelasnya.
Kemudian, lanjut Masduki, pada lembaga pendidikan sekolah swasta menjadi pihak yang boleh dikatakan termarjinalkan dalam percaturan pendidikan di Indonesia.
“Dalam penyejahteraan yang konstruktif dan menyentuh permasalahan pendidikan dirasakan masih belum maksimal. Beberapa tawaran solusi dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengupayaan keharmonisan diantara lembaga pendidikan,” katanya.
Masduki menambahkan pertama, pendistribusian dana 20 persen pendidikan harus tepat sasaran, dalam artian dana harus disalurkan untuk menyejahterakan guru baik PNS maupun non-PNS. Kemudian pengentasan buta aksara, pemenuhan fasilitas untuk sekolah di daerah pedalaman terpencil dan sekolah negeri serta swasta yang keadaanya hampir rusak, anak-anak terlantar yang memiliki keinginan kuat untuk meneruskan sekolah tapi tidak mampu membayar.