Pertemuan silaturrahmi para kombatan kali ini adalah moment yang tepat menyuarakan kembali untuk merivisi UUPA No. 11 Tahun 2006 agar sesuai dengan amanat MoU Helsinky. Hal yang sama pernah disampaikan kepada mantan Presiden RI Bapak Soesilo Bambang Yudoyono bersama Ibu Ani Yudoyono beserta jajaran Partai Demokrat ketika datang ke Aceh.
“Kami menyampaikan hal tersebut bersama Teungku Khatiwi Daud dan Teungku Jamaika. Dalam pada itu Bapak SBY meminta agar semua point MoU yang belum dilaksanakan agar dilaporkan kepada beliau dan berjanji akan menindaklanjutinya kepada pihak yang berkompeten. Kami kira Pak SBY masih punya tanggung jawab moral dengan “lemahnya” UUPA ini. Tentu saja ini merupakan tugas para pimpinan GAM menyampaikan kepada Pak SBY,” kata Fauzan.
Banyak pihak yang menilai silaturrahmi kali ini berkaitan dengan persiapan konsolidasi Pilkada 2022 atau 2024. Namun hal tersebut disangkal oleh Fauzan.
“Yang penting saat ini adalah “ada angin” dari empat menteri; Mendagri, Menteri DKP, Menag dan Menteri Pertahanan agar masalah Aceh diselesaikan dengan cara konprehensif. Peluang inilah yang patut segera ditindaklanjuti oleh pimpinan Aceh,” terang Fauzan.
Selain itu, menurut Fauzan – para mantan kombatan dan pimpinan GAM sekarang jauh lebih dewasa dengan membaca situasi Aceh saat ini sebagai satu kesatuan, bahwa perjuangan Aceh adalah menuntut kepada Pemerintah Pusat dan seluruh elemen masyarakat bersatu untuk itu.
Sesuatu yang paling menarik dari pertemuan itu adalah kembalinya roh semangat bersatunya hati para kombatan untuk terus berjuang agar point-point MoU benar-benar dilaksanakan sesuai dengan yang diperjanjikan. Bahkan ketika Wali Nanggroe, YM Teungku Malek Mahmud Alhaytar bertanya, “Apakah siap berperang?” Spontan seluruh kombatan menjawab, “Siap!” Artinya suasana kebathinan ini patut menjadi perhatian Pemerintah Pusat agar damai Aceh akan selalu abadi.*** (pp)