Golput Dalam Lingkaran Penyusunan Anggaran Pilkada Depok

Maryono Pendiri Barinas

Oleh:Maryono
Pendiri BARINAS

Proses penyusunan anggaran pusat maupun daerah lazimnya didasarkan ukuran tertentu. Bangunan per m2, Sekolah didasarkan jumlah murid, Pilkada tentunya jumlah pemilih tetap.

Jumlah pemilih tetap adalah dasar perencanaan dan penyusunan kebutuhan sarana dan prasarana Pilkada. Mereka menentukan jumlah kotak suara, jumlah kertas suara, jumlah pelaksana dan honornya, dan biaya operasional lainnya.

Pilkada Depok 2015,anggaran Rp 44 Miliar itu muncul dari dasar perhitungan jumlah pemilih 1,222,029 (Wikipedia). Tetapi dikeluhkan tidak cukup, terpaksa pangkas biaya sosialisasi milyaran rupiah (Warta Depok 16 Sep 2015).

Anggaran sosialisai dikurangi, resikonya capaian informasi pilkada kurang maksimal. Salah satu akibatnya masyarakat kurang paham pelaksanaan Pilkada, sehingga patut diduga Golput di Pilkada Depok 2015 sebesar 46%, sangat tinggi. Bahkan jumlah golput lebih tinggi dari pemenangnya.

Total pemilih tetap yg golput 557.000, artinya mereka itu tidak manfaatkan kertas pilkada dan TPS yang telah disiapkan. Artinya hampir separuh sarana dan prasarana yang disiapkan mubazir, sekurang kurangnya senilai 1/3 anggaran pilkada atau sekurang-kurangnya Rp 5 miliar. Ironis. Disatu sisi alokasi anggaran dinilai tidak cukup disisi lain terjadi inefisiensi dalam pelaksanaan.

Siapa yang bertanggung jawab terhadap pemborosan itu? Apakah bentuk penyusunan Anggaran dapat dijadikan obyek pemeriksaan, karena itu uang Negara?

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, silahkan mengirim sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: transnewsredaksi@gmail.com