Gubernur Jatim – Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Bahas Persoalan Ketahanan Keluarga

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, saat menerima audiensi Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, H. Mohammad Yamin Awie, di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jumat (18/3/2022).

Surabaya, Transnews.co.id – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menerima audiensi Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, H. Mohammad Yamin Awie, di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jumat (18/3/2022).

Dalam pertemuan tersebut, Mohammad Yamin, menyampaikan permasalahan – permasalahan menyangkut ketahanan keluarga, termasuk tentang perceraian dan permintaan Dispensasi Perkawinan (Diska). Sebagaimana diatur dalam UU No 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, Diska merupakan pemberian hak kepada seseorang untuk menikah meskipun usianya belum mencapai batas minimal 19 tahun. Pemberian Diska ini diberikan oleh Pengadilan Agama setempat atas permintaan orang tua.

BACA JUGA :  Gubernur Khofifah Resmikan Dermaga Gerak di Pelabuhan Jangkar Situbondo

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Khofifah, menyampaikan bahwa dirinya ingin mengetahui mekanisme pemberian Diska bagi pasangan calon pengantin di bawah umur 19 tahun. Antara lain terkait bagaimana pemberian Diska mutlak diberikan karena kasus hamil di luar nikah, atau bagaimana jika ada faktor lainnya, seperti faktor ekonomi karena keinginan orang tua untuk menikahkan anaknya yang masih di bawah umur 19.

Menurut Gubernur, bila kasusnya seperti ini maka perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi tentang Diska tersebut. “Mohon maaf Pak Ketua, jadi apa yang menjadikan Diska itu diberikan? faktor apa saja?, kalau itu hamil duluan memang harus diberikan, tetapi bagaimana jika kasusnya lain?,” ujar Gubernur.

BACA JUGA :  Pj. Gubernur Jatim Adhi Kariyono Serahkan SK Perpanjangan Pj. Wali Kota Kediri 

Gubernur yang juga Ketua Umum Muslimat NU ini, mengharapkan kepada jajaran Pengadilan Tinggi Agama untuk membuat klausul atau catatan prioritas diberikannya Diska selain karena sebab hamil duluan. Menurutnya jika faktor keinginan orang tua untuk menikahkan anaknya karena faktor lain speerti faktor akonomi, maka hal ini kurang tepat, sebab fenomena ini justru akan menjadi beban ekonomi bagi keluarga baru yang masih di bawah umur 19.

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, silahkan mengirim sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: transnewsredaksi@gmail.com

Pos terkait