JAKARTA, transnews.co.id – Kasus dugaan mafia impor bawang putih kembali mencuat di permukaan, kali ini dengan isu yang lebih mengejutkan.
Kuota impor bawang putih yang seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, ternyata telah dijadikan alat jual beli dengan harga yang sangat tinggi.
Mafia impor bawang putih ini melibatkan sejumlah oknum yang memiliki akses untuk mengendalikan kuota impor.
Dengan memanipulasi alokasi kuota impor, mereka menjadikan kuota tersebut sebagai komoditas yang diperdagangkan dengan harga yang sangat tinggi.
Diduga, mereka menjual kuota tersebut kepada importir atau pengusaha dengan harga 7.000 rupiah per kilogram, jauh lebih tinggi dibandingkan harga yang seharusnya, sehingga memengaruhi harga pasar bawang putih yang melambung.
Adanya keterlibatan perusahaan dalam proses impor bawang putih diduga telah disetting oleh pihak Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menciptakan ilusi bahwa impor tersebut dilakukan demi kepentingan umum.
Meskipun seharusnya kebijakan impor bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik secara adil dan transparan, kenyataannya beberapa pihak justru memanfaatkan kebijakan ini untuk meraup keuntungan pribadi dengan cara yang sangat tidak transparan.
Beberapa perusahaan yang diberikan kuota impor bawang putih tidak benar-benar beroperasi secara independen, melainkan merupakan bagian dari jaringan bisnis yang memiliki afiliasi dengan oknum-oknum di dalam kementerian.
Perusahaan-perusahaan ini, meskipun terlihat seolah-olah beroperasi untuk kepentingan umum, pada kenyataannya hanya menjadi alat bagi segelintir pihak untuk mengatur pasokan impor dan mengontrol harga pasar.