Makna Kemerdekaan Yang Memerdekakan
Perayaan HUT Kemerdekaan RI tahun ini semestinya tidak hanya dimaknai secara konseptual, namun kemerdekaan sesungguhnya harus juga dimaknai secara kontekstual dalam kehidupan bernegara. Secara legal-formal atau politis yuridis bangsa ini memang sudah merdeka, bahwa Indonesia telah terbebas dan merdeka dari pengaruh kolonialisme dan imperialisme. Namun, tinjauan kita pada aspek kultural, sosiologis dan ekonomis sepertinya belum optimal.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Gatut Priyowidodo (2014) bahwa kemerdekaan adalah fitrah manusia dimanapun dan kapanpun. Bahwa masih ada individu/rakyat yang belum merdeka sama halnya dengan dehumanisasi kemerdekaan itu sendiri. Benarkah kemerdekaan itu telah dirasakan sebagai sebuah kesaksian individual? Jawabannya pasti beragam. Stratifikasi bahkan segresi sosial turut pula menciptakan suasana merasakan kemerdekaan itu berbeda – beda pula. Bagi mereka yang banyak memperoleh previlise, maka suasana merdeka itu adalah realitas empirik. Sementara, bagi mereka yang masih terus bergulat dengan kemiskinan dan ketidakpastian hidup, merdeka adalah cita-cita maha panjang dalam rute perjalanan nan terjal.
Pada akhirnya kita semua beharap bahwa perayaan HUT kemerekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ke 77 dapat menjadi momentum refleksi dan introspeksi tentang peran berbagai pihak dalam mencari solusi atas berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini. Stunting, gizi buruk dan kemiskinan di NTT merupakan beban bersama. Dengan demikian, penyelesaiannya bukan semata-mata tugas pemerintah, kerjasama lintas sektoral menjadi penting dalam menstimulus percepatan pembangunan. Harapan bersama, kiranya cita – cita bangsa sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dapat diwujudkan. (Omega DR Tahun/ Red)