Lebih lanjut dia mengatakan, Menlu, Retno Marsudi juga pernah mengunjungi Afganistan menyampaikan bantuan kemanusiaan.
Pemerintah Indonesia juga selama tiga tahun kedepan akan membantu dengan hal-hal yang disesuaikan dengan kebutuhan rakyat Afganistan.
“Apalagi, kita ketahui bahwa kondisi Afganistan pendapatan domestik sekitar 40 persen sedangkan bantuan dari Internasional 60 persen,” paparnya.
Parahnya lagi kata dia, akibat pendapatan yang lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran menjadi faktor yang menyebabkan negara itu defisit anggaran.
“Krisis pangan, krisis ekonomi, keamanan masih menyebabkan sejumlah pihak belum menjalankan bisnisnya. Meskipun Negara ini dikenal dengan kaya kandungan mineralnya,” bebernya.
Hal senada diungkapkan Pengkaji Geopolitik dan Direktur Global Future Institute Hendrajit. Menurutnya ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam menjalankan strategi diplomasi Indonesia dengan Afganistan.
Pertama, kebijakan saat ini harus berdasarkan pada geopolitik khusus pada lokasi geografis dan lokasi sumber daya alam.
Kedua, Taliban adalah katalisator sebetulnya dari pikiran-pikiran baru ke arah keseimbangan baru di Asia tengah dan Asia Selatan. Untuk itu, lanjutnya, saatnya Indonesia menempatkan posisi di OKI dengan spirit Konferensi Asia-Afrika di Bandung dan Non Blok di Beograd.
“Sudah saatnya Indonesia harus menjadi bagian dari kekuatan perintis seperti pada Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 dan gerakan non-blok 1961. Walaupun dengan tantangan baru dan menjawab tantangan trend global ke depan,” jelasnya.