Lebih lanjut Budi menerangkan, pemerintah akan secara aktif mencari kasus dengan tujuan deteksi di satuan pendidikan dengan menggunakan metode sampling.
“Kita tentukan di tingkat kabupaten/kota, berapa jumlah sekolah yang melaksanakan tatap muka. Dari situ kita ambil 10 persen untuk sampling, kemudian dari 10 persen ini kita bagi alokasinya berdasarkan kecamatan. Jadi kecamatan mana yang banyak sekolahnya otomatis dia akan lebih banyak [sampel] ,” terangnya.
Menkes menambahkan, sampling berdasarkan kecamatan itu dilakukan karena para epidemiolog menyampaikan bahwa penularan lebih berpotensi terjadi antarkecamatan dan karena itu wilayah epidemiologis per kecamatan harus dimonitor dengan ketat.
Selanjutnya, terang Budi, pemerintah akan melakukan tes PCR kepada 30 orang siswa dan 3 orang pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) untuk setiap sekolah yang rutin dilakukan minimal satu kali per bulan.
“Nanti kita akan lihat [hasilnya] , sekolah-sekolah yang ada kasus positif tapi di bawah satu persen positivity rate-nya, normal saja. Kita cari kontak eratnya, yang positif [COVID-19] dikarantina, yang kontak erat kita isolasi, kemudian sekolahnya tetap berjalan,” terangnya.
Namun jika hasil pengujian menunjukkan positivity rate-nya antara 1-5 persen, maka pemerintah akan melakukan tes terhadap semua anggota rombongan belajar dan mereka akan dikarantina, sementara PTM terbatas tetap berjalan.
“Tapi kalau yang [positivity rate] di atas 5 persen, kita tesnya seluruh sekolah karena ada kemungkinan ini menyebarkan. Sekolahnya kita ubah menjadi online dulu, menjadi daring dulu selama 14 hari. Sambil kita rapihin, kita bersihkan, protokol kesehatannya mungkin mesti diperbaiki, direviu kembali oleh timnya Pak Nadiem dan dinas kesehatan,” tegas Budi.