Jakarta – Industri sawit masih tetap menjadi andalan kinerja neraca perdagangan nasional. Ini tergambar dari kontribusinya yang mencapai 13,50 persen terhadap ekspor nonmigas dan menyumbang 3,50 persen bagi PDB Indonesia.
Bahkan, Indonesia sempat tercatat sebagai produsen utama dunia dengan menduduki peringkat pertama dengan produksi mencapai 47,38 juta ton saat moratorium diterapkan pada 2018, seperti dilaporkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).
Masih dari data yang sama, produksi CPO dan PKO sempat naik menjadi 51,82 juta ton setahun kemudian. Sayangnya, produksinya kembali menurun pada 2020 menjadi 51,58 juta ton.
Dengan produksi yang melampaui 50 juta ton per tahun, Indonesia masih memegang posisi produsen terbesar minyak sawit dunia dengan serapan sebanyak 16 juta tenaga kerja. Namun, Index Mundi menyebutkan, rata-rata produktivitas minyak sawit Indonesia hanya 2,30 persen per tahun. Ini lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia 6,49 persen per tahun ataupun Thailand 29,17 persen per tahun.
Harus diakui, pandemi juga telah mengkoreksi kinerja produk minyak sawit dan turunannya. Pasalnya, sejumlah negara importir mengurangi serapan produk asal Indonesia tersebut.
Untungnya, penurunan volume tidak secara otomatis menurunkan nilai ekspor komoditas itu. Sebaliknya, nilai ekspor pada 2020 naik menjadi USD22,97 miliar dari sebelumnya USD20,20 miliar karena kenaikan harga CPO.
Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis dan Perkebunan Kemenko Perekonomian Moch Edy Yusuf mengatakan, industri sawit telah menjadi salah satu industri unggulan dalam menopang pertumbuhan ekonomi RI. Apalagi pada masa pandemi Covid-19, industri sawit paling tahan banting sehingga memberikan kontribusi terbesar kepada PDB Indonesia.