Lebih jauh dijelaskan, prosesi sadranan seperti ini merupakan tradisi yang biasa digelar masyarakat Jawa sebelum menjalani ibadah di bulan Ramadan.
Warga melaksanakan tradisi ini juga sebagai wadah mendoakan para leluhur yang telah terlebih dahulu meninggal dunia dan dimakamkan di area TPU setempat.
“Inti tradisi ini kita mendoakan arwah para leluhur yang dimakamkan di tempat ini, sekaligus bersih-bersih makam sebelum datangnya bulan Ramadan. Termasuk para warga juga berdoa agar diberi kelancaran dan pahala melimpah saat menjalani ibadah di bulan suci,” tandasnya.
Salah seorang warga, Fandi (22) mengungkapkan, tidak hanya doa bersama, dalam tradisi sadranan juga disertai makan bersama di area pemakaman atau tempat lain seperti masjid. Tujuannya adalah untuk merekatkan keakraban para warga, sekaligus ajang silaturahmi kepada mereka yang pulang dari rantau.
“Ini adalah momentum yang kita tunggu sebelum Ramadan. Untuk keakraban dan meneruskan tradisi leluhur. Apalagi di sini ada pepunden yang sangat kami hormati namanya Mbah Kyai Joko Nolo,” tutupnya.