|| Catatan Kamsul Hasan *
SEKEDAR pengingat catatan Jurnalistik Presisi, butuhkan rasa ingin tahu wartawan lebih detail terhadap usia seseorang yang berhadapan dengan hukum. Agar karya jurnalistik tak tersandung hukum !
Sedangkan Jurnalistik Profesional diawali dari proses pencarian bahan berita. Hal ini diatur oleh Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) mengenai wartawan profesional.
Obrolan warung kopi yang didengar wartawan, belum menjadi bahan berita. Informasi itu baru ‘petunjuk’ dan harus dilanjutkan dengan proses jurnalistik.
Informasi awal itu harus diuji sesuai perintah Pasal 3 KEJ. Selain itu sumber terkait yang didengar pada informasi awal perlu dikonfirmasi, agar berimbang sesuai Pasal 1 KEJ.
Melakukan proses jurnalistik sesuai Pasal 1 dan Pasal 3 ini untuk menghindari terjadinya fitnah atau berita bohong seperti dimaksud Pasal 4 KEJ.
Itu semua proses jurnalistik yang harus dilakukan reporter atau wartawan. Setelah itu baru dibuat menjadi naskah berita dan diserahkan ke redaktur.
Fungsi redaktur kembali meneliti apakah proses Jurnalistik Profesional sudah dilakukan dan melakukan editing lanjutan.
Naskah berita yang diterima apakah terkait masalah kesusilaan atau anak berhadapan dengan hukum. Bila, iya maka dia harus lebih serius :
1. Apakah Pasal 5 KEJ dan Pasal 5 ayat (1) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers sudah dipatuhi ?
2. Apakah Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) sudah oke
3. Masih ada atau tidak potensi pelanggaran terhadap UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)