“Jumlah anggotanya 20, semuanya perempuan usia antara 50 – 75 tahun. Sedang kelampoknya itu dibina oleh dinas Sosial dan pemerintah Kalurahan Widodomartani,” tambah Kalpikaningsih. Keanggotaan tersebut saat ini ingin dikembangkan sehingga tidak hanya terdiri dari ibu-ibu, namun juga bapak dan generasi muda.
“Produk batik Pusparinengga telah banyak diikutkan diberbagai pameran. Karena batik tulis asli maka harganya memang agak mahal. Nah, kami berharap bisa memiliki cap, sebab kalo kami promosi ke Kalurahan dan kantor kantor, mereka ingin membuat seragam batik cap agar harganya lebih terjangkau. Kula dereng gadhah cap (saya belum punya cap),” kelakar Kalpikaningsih.
Sementara itu disela sela aktivitas membatik, Nyimas Ngabehi Renggamurti menyampaikan rasa senang dan bangga karena ternyata anggota KUBE tekun dan sangat menikmati proses membatik. Saat ini hampir semua sudah mampu menuangkan ide di atas kain, termasuk proses lain seperti njaplok, nglowong, ngiseni hingga dan tahapan lain hingga jadi batik.
Dia pun senang bisa menularkan kepada anggota. “Kula eman-eman menawi ilmu Kula mboten Kula tularaken. Menawi ngaten Niki rak ilmu Kula wonten manfaatipun (Sayang sekali kalau ilmu saya tidak saya bagikan. Kalau seperti ini kan ilmu saya ada manfaatnya),” kilahnya.
Menurut Pendamping Kalurahan Budaya Ratih Dewayani, kunjunganya ke Pusparinengga tidak terlepas dari ditetapkanya Widodomartani sebagai Kalurahan Kalurahan Budaya oleh Gubernur DIY. Maka perlu pendataan dan inventarisasi potensi kebudayaan yang telah ada dan tumbuh di masyarakat. Hal demikian untuk dapat dilestarikan, dikembangkan dan dimanfaatkan.