“Kenapa ini dimasukkan? Karena kedekatan antara Covid-19 dengan penyakit-penyakit menahun, seperti darah tinggi, gagal ginjal, jantung, dan seterusnya. Itulah makanya di dalam indikator dimasukkan sebagai salah satu faktor penerima,” jelas Abdul Halim.
Menurut Mendes PDTT, yang melakukan pendataan adalah relawan Desa Lawan Covid-19 yang sudah dibentuk oleh Kepala Desa dan diketuai langsung oleh Kepala Desa.
Basis pendataannya, menurut Abdul Halim, adalah RT/Rukun Tetangga, masing-masing RT diupayakan minimal di data oleh 3 orang relawan desa.
“Kenapa 3 orang? Karena ini pendataan baru, meskipun merujuk pada DTKS tetapi yang didata adalah mereka keluarga miskin akibat kehilangan mata pencaharian, maka dibutuhkan pendefinisian miskin,” ungkap Mendes PDTT.
Pendefinisian miskin, menurut Mendes PDTT, kalau dipikir indikator terlalu rumit tidak akan bisa ketemu, maka indikatornya adalah mereka yang miskin akibat kehilangan mata pencaharian.
“Pendataan dilakukan oleh tiga orang supaya ada kesepahaman antar lebih dari satu orang bahwa keluarga itu miskin,” tandas Abdul Halim.
Kalau sudah disepakati oleh tiga orang pendata, sambung Mendes PDTT, dimana 3 orang pendata itu adalah warga RT itu pasti sangat paham tentang karakteristik warga di RT itu.
Tahapan terkait dengan pendataan, menurut Abdul Halim, dimulai dari tingkat RT oleh relawan Desa lawan Covid-19 dibawa ke forum yang namanya musdesus/musyawarah desa khusus untuk melakukan verifikasi dan validasi.
“Ini penting supaya tidak ada pihak-pihak yang merasa tidak diajak di dalam membahas dan memutuskan siapa sih yang berhak menerima BLT desa. Setelah disepakati di musdesus barulah ditetapkan oleh Kepala Desa,” ujarnya.