Menurutnya, mereka membawa permasalahannya untuk dibicarakan di Komite Dekolonisasi PBB.
“Papua karena bagian integral NKRI, bukan ditetapkan wilayah yang bukan tidak punya Pemerintah yang merdeka,”terangnya.
Imron menambahkan, Negara yang merdeka berdasarkan konvensi Montevideo memiliki beberapa syarat, diantaranya adalah populasi permanen, Pemerintah, kemampuan membangun hubungan dengan Negara lain dan pengakuan dari Negara lain.
Bahkan, lanjutnya, Daerah tidak boleh melakukan kegiatan seperti pertahanan, agama, pajak dan hubungan Luar Negeri.
“Berdasarkan Konvensi Internasional,OPM sebagai pemberontak atau sparatis. Sebab, Papua adalah bagian dari Indonesia,”terangnya.
Di Negara lain, sambung Imron, sparatis ditumpas habis seperti ETA di Spanyol dan lainnya. Sparatis tidak ada kompromi harus ditumpas habis dan memang ditangani secara militer.
Tidak ada urusan HAM, dan dunia memahaminya. Di Indonesia, masih menggunakan pendekatan kemanusiaan dan kesejahteraan.
“Berhentilah ilusi Papua pernah merdeka atau akan merdeka. Mari bangun dari mimpi indah, yaitu dengan membangun Papua yang kita cintai sejajar dengan Propinsi lain,”paparnya.
Moya Institute dan WAG Unity in Diversity (UiD) menggelar Moya Discussions Grup bertajuk: Ilusi 1 Desember.
Narasumber dalam kegiatan tersebut Dubes Prof.Imron Cotan (Pemerhati Papua dan Pakar Politik Internasional),Willem Frans Ansanay (Ketua Bamus Papua dan Papua Barat) serta Ali Kabiay (Ketua DPD Pemuda Mandala Trikora Provinsi Papua)
Acara dipandu oleh Moderator Hery Sucipto selaku Dir Moya Institute/LHKI-PP Muhammadiyah.(*)
Editor:Nas