Sementara itu, Anggota Komisi E DPRD Jatim Mathur Husyairi memberikan sorotan terkait mengenai kisruh soal seragam. Dalam hearing itu, politisi asal Madura itu sempat menunjukkan bukti potongan seragam yang diakuinya didapat dari beberapa orang tua siswa dari sejumlah sekolah.
Politisi asal fraksi Partai Bulan Bintang (PBB) itu, mengaku bahwa beberapa waktu lalu, dirinya melakukan penelusuran. Mathur menduga ada produsen tunggal dalam proses pengadaan seragam. Dari produsen, harga baju berkisar Rp 80 ribu permeter.
Sementara, untuk kain celana dan rok berkisar di angka Rp 100 ribu. Namun begitu dijual di koperasi sekolah, Mathur menyebut harganya mahal dan bervariasi. “Dari data kuitansi yang saya dapat, terendah itu ada di angka Rp 1,6 sampai di angka Rp 2,7 dan Rp 2,9 juta. Itu masalah harga tidak sama padahal produsen dan supliernya sama,” kata Mathur.
Saat ditemui seusai hearing, Mathur mengaku kecewa dengan paparan yang disampaikan Dindik Jatim. Itu lantaran hasil investigasi mengenai kisruh seragam saat ini belum dibuka. Dindik mengaku masih proses melakukan investigasi. “Karena seharusnya, kita bisa adu data dan adu argumentasi,” ungkap Mathur.
Sementara itu, Aries menegaskan yang dilakukan moratorium saat ini hanyalah penjualan seragam bukan koperasi sekolah secara umum. Dihadapan dewan yang hadir, menurut Aries, hal ini ditempuh Pemprov agar tidak ada polemik yang berkepanjangan mengenai harga seragam yang dilakukan koperasi sekolah.
“Aktivitas koperasi tetap berjalan. Kami sudah berkeliling ke beberapa sekolah dan Alhamdulillah koperasi tetap berjalan. Khusus untuk seragam karena kami melihat ada berbagai macam harga yang ada di berbagai yang tidak sama, maka kami melakukan moratorium sementara waktu sampai nanti menemukan titik temu,” katanya.