Level konsentrasi kritis yakni 450–500 ppm sudah di depan mata. Tanpa menunggu level kritis itu pun dampak perubahan iklim sudah terasa. Udara semakin panas dan menyebabkan lebih banyak uap air di atmosfer. Cuaca ekstrem muncul dalam berbagai bentuk, yaitu tergerusnya gunung es di lingkar kutub, hujan badai, gelombang udara panas, angin dingin, kekeringan ekstrem dan fenomena serba ekstrem lainnya.
Laju peningkatan konsentrasi gas rumah kaca perlu direm, dan kalau bisa diturunkan, agar dampak buruknya tidak makin menjadi-jadi. Gerakan melawan perubahan iklim itu tak bisa dilakukan hanya oleh negara tertentu, melainkan harus menjadi gerakan global. Tentu, dengan kontribusi yang berbeda dari masing-masing negara.
Bauran Energi dan Hutan Mangrove
Indonesia termasuk yang dinilai bersungguh-sungguh mengambil bagian dalam gerakan penanggulangan perubahan iklim. Penggunaan sumber energi terbarukan terus digenjot dalam pembangkitan listrik untuk mengurangi emisi karbon. Meskipun berat, target bauran energi listrik 23 persen pada 2025 dan 28 persen pada 2030, terus dikejar.
Laporan capaian bauran energi itu menjadi salah satu sorotan “Laporan Tahunan 2021” , yang dirilis Kantor Staf Presiden (KSP) dan Kementerian Kominfo di bawah judul “Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh”. Di situ disebutkan, bauran energi itu dilakukan antara lain dengan dioperasikannya Pembangkit Tenaga Listrik Hybrid (PLTH), yang mengkombinasikan sumber energi surya, diesel, dan minihidro, pembangkit llistrik tenaga bayu, panas bumi, bioenergi, dan tenaga air.