Hingga saat ini, tingkat energi bauran itu masih sekitar 11 persen dari total jumlah tenaga listrik yang dihasilkan di tanah air. Diperlukan tambahan 2.000 MW pembangkit listrik rendah karbon untuk mengejar target 23 persen bauran energi tahun 2025. Indonesia juga bertekad menjadi negara netral karbon (net zoro) pada 2060.
Skema lain yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk menekan emisi karbon adalah dengan terus mengurangi kejadian kebakaran lahan dan hutan (karhutla). Dalam laporan 2021 disebutkan, emisi karbon dari karhutla itu bisa terus ditekan seiring dengan semakin terkendalinya kasus kebakaran hutan di Indonesia.
Pada 2018, karhutla Indonesia menyebabkan emisi 162,6 juta ton gas rumah kaca setara CO2 ke atmosfir bumi, dan angka itu melonjak ke level 624,1 juta pada 2019. Namun, di sepanjang 2020 emisinya turun ke 40,2 juta ton, dan pada 2021 hingga Agustus, emisi yang terjadi 29,6 juta ton.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mencatat, karhutla pada enam tahun belakangan ini berfluktuasi dengan kecenderungan menurun. Cakupan kasus karhutla masing-masing ialah 438 ribu ha pada 2016, turun ke 165 ribu ha (2017), naik ke 529 ribu ha di 2018, melonjak sampai 1,649 juta ha di 2019, turun ke 296 ribu ha di 2020, dan menjadi 160 ribu ha sampai Juli 2021.
Tindakan lain yang dilakukan pemerintah adalah kebijakan deforestasi dan rehabilitasi hutan. Langkah yang diambil pemerintah adalah melakukan moratorium kebun sawit. Tidak ada lagi izin baru untuk pembukaan kebun sawit di atas kawasan hutan. Moratorium ini dilakukan sejak 2016, namun baru dikukuhkan lewat Instruksi Presiden (Inpres) nomor 8/2018 yang berlaku tiga tahun, dan berakhir September lalu, dan besar kemungkinan akan dilanjutkan