Berbeda dengan sistem Islam. Dalam penyelesaian Islam terwujud dua tujuan pokok penanggulangan pandemi dalam waktu yang relatif singkat. Pertama, menjamin terpeliharanya kehidupan normal di luar areal terjangkiti wabah; Kedua, memutus rantai penularan secara efektif, yakni secepatnya, sehingga setiap orang tercegah dari bahaya infeksi dan keadaan yang mengantarkan pada kematian.
Dua tujuan pokok tersebut tercermin pada lima prinsip Islam dalam memutus rantai penularan wabah. Pertama, penguncian areal wabah (lockdown syar’i). Ditegaskan Rasulullah (Saw.), yang artinya, “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR Imam Muslim)
Artinya, tidak boleh seorang pun yang berada di areal terjangkit wabah keluar darinya. Juga tidak boleh seorang pun yang berada di luar areal wabah memasukinya. Prinsip ini sangat efektif untuk pemutusan rantai penularan wabah. Sebab menutup rapat celah penularan baik sudah terinfeksi tetapi belum diketahui dengan baik karakteristik kuman dan manivestasi klinisnya, maupun dari yang terinfeksi tanpa gejala. Prinsip ini dengan sendirinya tidak saja menjamin masyarakat di luar areal wabah tercegah dari kasus impor (imported case), namun juga mereka dapat beraktivitas seperti biasa.
Kedua, pengisolasian yang sakit. Rasulullah (Saw.) menegaskan, yang artinya, “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR Imam Bukhari); “Hindarilah orang yang berpenyakit kusta seperti engkau menghindari singa.” (HR Abu Hurairah). Dimplementasikan antara lain dengan testing massive yang cepat dengan hasil akurat kepada setiap orang yang berada di areal wabah. Sebab mereka semua berpotensi terinfeksi dan berisiko sebagai penular. Selanjutnya, yang positif terinfeksi harus segera diisolasi dan diobati hingga benar-benar sembuh. Deteksi dan tracing contact dapat dilakukan untuk keberhasilan testing massive.