JAKARTA, transnews.co.id – Indonesia, produsen ikan tangkap terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok, menyuplai 25% kebutuhan ikan global (World Resource Institute Indonesia, 2024).
Namun, dengan luas laut 5,8 juta km², pemanfaatannya masih belum optimal. Konsumsi ikan per kapita hanya 50,5 kg, jauh dari target 60 kg yang direkomendasikan FAO (2023).
Keterbatasan infrastruktur menghambat distribusi, menyebabkan penurunan kualitas ikan dan harga yang melambung tinggi berdampak pada nelayan dan konsumen.
Di tengah tantangan ini, enam mahasiswa Universitas Pertamina—Putri Kaila Syauqiyah, Christin Abigail, Rijal Padlilah, Jovan Eka Putra, Gregorius Deflonias, dan Ray M Akbar—turun tangan dengan solusi inovatif, yakni Fish UPER. Purwarupa digital tersebut menghubungkan nelayan langsung dengan konsumen.
Dengan Fish UPER, nelayan bisa menjual hasil tangkapannya secara lebih cepat dan efisien, sementara konsumen mendapatkan ikan segar dengan harga yang lebih terjangkau.
“Sebagai negara yang dikelilingi oleh lautan, Indonesia memiliki potensi besar tidak hanya untuk memenuhi konsumsi ikan nasional tetapi juga menjadi eksportir utama produk seafood. Namun, keterbatasan infrastruktur membuat distribusi perikanan menjadi rumit,”
“Para nelayan sering menghadapi harga yang tinggi dan tidak stabil, sementara biaya melaut terus meningkat. Kondisi ini membuat hasil tangkapan mereka sulit bersaing dan mengurangi kesejahteraan mereka,” ungkap Kaila, ketua tim Fish UPER.
Berbeda halnya dengan kompetitor sejenisnya, Fish UPER mendesain produknya sejalan dengan kebutuhan pasar yang diimbangi dengan kemajuan teknologi.