TN. JAKARTA l — Ada yang menarik dari Pameran Bersama dalam rangka menyambut 50 tahun Sanggar Garajas di Balai Budaya yang berlangsung 1-9 Agustus 2024, dimana di antara karya lukis yang terpajang, ada dua lukisan karya Putra Gara yang berjudul Mahkamah Keluarga dan Celeng Pantau Demokrasi.
“Lukisan ini memang refleksi dari peristiwa yang ada, dimana Mahkamah Konstitusi, saya gambarkan menjadi Mahkamah Keluarga (MK). Apa sebab, tentu semua rakyat Indonesia tahu,” ungkap Gara sambil menyembunyikan senyum.
Meski begitu, Gara menjelaskan lukisan tersebut adalah peristiwa konstitusi yang penuh noda, demi ambisi satu keluarga. Dimana Mahkamah Konstitusi mempertontonkan keberpihakannya karena seorang ponakan.
Legitimasi tak jadi kendala, karena sang ponakan adalah anak penguasa. Lalu, mau dibawa kemana negeri ini?
Pemeran dalam lukisan ini: Paman yang digambarkan sedang menyembah, sebagai simbol kepatuhan. Ponakan duduk santai, melambangkan tak ada beban (Pokoknya Terima bersih). Dan Sang Penguasa, dengan kekuasaannya menunjukkan dua jari.
Dua jari juga sebagai simbol. Simbol dukungan kepada paslon 02, dan simbol jari satu sebagai penguasa, jari satunya lagi sebagai keluarga.
Sementara di belakang penguasa, ada Sang Ratu yang sesungguhnya mengendalikan apa pun yang terjadi dan yang akan terjadi.
“Dialah mahluk terkuat di muka bumi. Sang Ibu Suri,” terang Gara masih dengan senyumnya.