Namun di tengah hingar bingarnya dukungan tersebut, sudah pasti selalu saja ada pihak-pihak yang merasa gerah, tidak suka, terancam, sehingga berusaha sebisa mungkin untuk mencegah, menghalangi dan menjegalnya dengan berbagai cara seperti menista, mencela, menghujat bahkan memfitnah.
Mereka khawatir jika Sang Maestro menang, keberadaan/eksistensi dan kepentingan mereka akan terancam dan punah, sehingga mereka memberikan perlawanan sejak dini dengan berbagai manufer yang terkadang “lucu/kocak” dan tak masuk akal.
Mereka berusaha untuk membungkam dengan berbagai cara, termasuk dengan cara yang “remeh temeh”sekalipun, sesuatu hal yang menurut penilaian kita justru sangat teknis, absurd dan ironis.
Mereka tidak sadar bahwa jika Sang Maestro dihujat justru ia semakin terangkat, jika Sang Idola difitnah justru ia semakin diberi amanah. Intinya mereka tidak sadar bahwa jika air bah datang, mereka justru tidak bisa membendung.
Mengapa, demikian ? karena masyarakat sekarang sudah semakin sadar, semakin dewasa dan semakin cerdas, sehingga bisa membedakan mana fitnah mana bukan, mana fakta mana fiksi dan mana kawan mana lawan.
Mereka juga tidak sadar bahwa jika mereka semakin membuli, justru mereka semakin dijauhi, jika mereka semakin mencaci, justru mereka semakin dibenci.
Sehingga sudah saatnya kini kita sebagai anak bangsa yang peduli mulai berbenah diri untuk menggadang Sang Idola *untuk menyatukan yang terpisah*, *menjemput yang tertinggal*, *menggandeng yang terabaikan*, dan *mengobati yang terhianati* dengan mengusung Sang sosok Idola Pujaan hati, *Bapak Anies Rasyid Baswedan*, seorang Pemimpin *sejati yang visioner, agamis, akademisi handal yang jujur, cerdas, santun, adil dan bijak*.