Hal senada diungkapkan dosen fakultas ilmu politik, pemerintahan UGM dan mantan lingkar studi papua di Inggris Arie Ruhyanto. Menurutnya, dengan adanya gerakan separatisme di Papua justru menimbulkan masalah diantaranya kasus tindak kekerasan. Ia mengungkapkan, terjadi peningkatan kasus kekerasan mulai dari tahun 2020 sebanyak 65 kasus, tahun 2021 sebanyak 74 kasus kekerasan. sedangkan korban yang meninggal sebanyak 422 orang dengan jumlah 68 % warga sipil. “Perlu diwaspadai kelompok separatisme ini melakukan propaganda melalui medsos, media, penulisan akademik, lirik lagu dan lainnya. Adanya kelompok bersenjata di Papua menunjukkan bahwa ada yang mengorganisir dari Luar Negeri,”paparnya.
Dirinya menambahkan dari kajian beberapa Negara diantaranya memenuhi permintaan sparatis adalah hal yang tidak berlaku di Indonesia. Ia menambahkan, memperhatikan kelompok minoritas Papua dan memberi ruang. Menurutnya, saat ini peluang atau ruang bagi orang Papua sangat luas seperti bidang Pendidikan adanya beasiswa, jabatan publik, dan lainnya. “Dana Otsus adalah salah satu solusi dalam menyelesaikan permasalahan di Papua. Pemekaran daerah di Papua juga bagian solusinya. Mengedepankan dimensi rasional bagaimana pembangunan bukan fisik saja. Tapi, mengedepankan nilai keadilan, kesetaraan, perlindungan dan penghargaan.
Kehadiran militer sebagai bagian upaya menghadirkan kenyamanan dan keamanan. Diharapkan dengan adanya inisiatif pembangunan yang mengedepankan dimensi rasional mampu menenangkan hati orang Papua,”tandasnya. (Red)