Jakarta, Transnews.co.id – Perubahan iklim itu ancaman besar bagi kemakmuran dan pembangunan global. Pada sisi yang lain, solidaritas, kemitraan, dan kolaborasi global merupakan kunci penanggulangannya. Dua kalimat itu menunjukkan pandangan pokok Indonesia dan disampaikan oleh Presiden Jokowi di depan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim di Glasgow, Skotlandia.
Dengan lantang Presiden Jokowi mengatakan, dengan potensi alam yang besar, Indonesia terus berupaya untuk berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim. Hutan-hutan dijaga dari pembalakan, kerusakan, dan pembakaran, agar tak menjadi sumber emisi karbon, dan justru bisa tumbuh menjadi tempat penimbunan karbon. Indonesia terus mengembangkan energi terbarukan, terutama biofuel, dan ikut merintis industri otomotis bertenaga beterai.
“Laju deforestasi (di Indonesia) turun signifikan dan terendah dalam 20 tahun terakhir. Kebakaran hutan turun 82 persen pada 2020,” ujar Presiden Jokowi di Scottish Event Campus, tempat KTT itu digelar di Glasgow. Dalam KTT tahunan yang popoler disebut conference oh the parties (COPs) ke-26 itu, Presiden Jokowi pun menyebut upaya Indonesia melakukan rehabilitasi area mangrove seluas 600.000 hektare sampai 2024, dan telah merehabilitasi 3 juta ha lahan kritis antara 2010–2019.
“Sektor (kehutanan) yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia, akan mencapai carbon net sink selambatnya pada 2030,” imbuhnya. Setelahnya, area hutan Indonesia bisa dimanfaatkan sebagai area penimbunan karbon dan memberikan hasil melalui skema carbon trading.