Banjarmasin, Transnews.co.id – Prevalensi stunting Kalimantan Selatan mengalami penurunan jika dibandingkan hasil SSGI 2021 yaitu 30 persen, atau turun 1,75 persen, dengan rata-rata penurunan hanya 0.9 persen per tahun.
Penanggulangan percepatan penurunan stunting menjadi prioritas di seluruh Indonesia khususnya di Kalimantan Selatan, karena stunting menyebabkan rendahnya kualitas SDM dan pertumbuhan bagi balita.
Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Sekretariat Daerah Kalsel, Sulkan mengatakan stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Oleh karena itu, berdasarkan data angka prevalensi stunting Nasional Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada 2019 sebesar 27,7 persen dan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 sebesar 24,4 persen sedangkan angka di Provinsi Kalsel 2019 sebesar 31,75 persen.
“Prevalensi stunting Kalsel mengalami penurunan, jika dibandingkan hasil SSGI tahun 2021, yaitu 30 persen, atau turun 1,75 persen, dengan rata-rata penurunan hanya 0.9 persen per tahun,” kata Sulkan saat membuka kegiatan Koordinasi dalam rangka konvergensi pencegahan stunting Tingkat Provinsi Kalsel di Banjarmasin, Rabu (11/5/2022).
Sedangkan data terakhir elektronik pencatatan, dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (EPPGBM) pada 2020, sebesar 12,2 persen, masih di atas rata-rata nasional, 11,6 persen. Data 2021 persentasi stunting kalsel sebesar 10,64 persen di atas rata-rata nasional sebesar 8,8 persen.