“Disabilitas akan lebih berdaya dan produktif jika setiap potensinya dapat diaktualisasikan dan dari sisi mentalnya mereka mendapatkan penerimaan secara penuh sehingga mereka dapat berkembang, lebih produktif, dan berdaya,” tegasnya.
Peksos Madya Dinsos Jatim, Ismi Wardani menambahkan, dari hasil bimtek tersebut, pihaknya merekomendasikan agar menyediakan alat dan bahan kerja yang memadai sehingga seluruh peserta dapat langsung memperagakan keterampilan yang diajarkan.
“Melihat potensi para peserta, maka Kelembagaan Swadaya Masyarakat (KSM) Kampung Inklusi ini dapat dikaitkan dengan sistem sumber formal dan informal untuk pengembangannya, seperti Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perindustrian, dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang tertarik untuk pengembangan kapasitas disabilitas,” tuturnya.
Sementara, Nur Fitriana, anggota Komisi E DPRD Jatim menyebut Kampung Inklusi Sumenep mengubah paradigma bahwa disabilitas tidak dapat mengaktualisasikan dirinya.
“Stigma masyarakat inilah yang sebenarnya menjadi penghambat utama bagi disabilitas untuk menunjukkan kapasitas dan potensinya,” katanya.
Senada, Evi Febriyani, dosen Psikologi STKIP Sumenep memaparkan, peran dan partisipasi disabilitas banyak yang masih belum teraktualisasi, demikian juga dengan pendidikan mereka.
“Untuk tingkat SD sudah banyak yang memperhatikan, namun untuk tingkat SMP masih banyak disabilitas yang terhambat karena banyak SMP yg belum aksesibel untuk disabilitas,” jelasnya.
Fajarisman dari Dinsos Kabupaten Sumenep menyampaikan bahwa pihaknya telah sejak lama melihat potensi yang dapat dikembangkan di desa ini, apalagi dengan adanya pemberitaan yang marak di televisi.
Sementara, Kepala Desa Ambunten Tengah Fatmiyatun mengaku tergugah melihat potensi kelompok itu.