SEORANG penanggung jawab perusahaan pers bertanya, “Bila terjadi sengketa pemberitaan, penanggung jawabnya belum UKW sertifikat utama, bagaimana ?”
Selain itu polisi sebagai penyidik juga kerap bertanya, “Apakah media yang dilaporkan sudah terverifikasi faktual di Dewan Pers dan wartawan sudah memiliki kompetensi ?”
Pertanyaan itu selalu menjadi dasar ketika ahli pers diminta pendapatnya dalam proses penyelidikan oleh polisi, sebelum masuk pada pokok perkara.
Pendapat ahli pers pun bisa berbeda dalam kasus yang sama. Itu sebabnya baik pada tingkat penyelidikan dan penyidikan maupun di pengadilan dimungkinkan ”Perang Ahli” yang diajukan para pihak.
Kembali pada persoalan di atas saya ingin bahas dari dalil hukumnya terlebih dahulu. UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara langsung tidak pernah mewajibkan UKW dan verifikasi faktual.
Persyaratan sebuah media disebut sebagai perusahaan pers diatur pada ;
1. Pasal 1 angka 1, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik.
2. Pasal 1 angka 2, Perusahaan Pers adalah badan hukum Indonesia yang secara khusus menyelenggarakan usaha menyalurkan informasi.
3. Pasal 9 ayat (2), Perusahaan Pers nasional berbadan hukum Indonesia (PT, yayasan atau koperasi, diperkuat putusan MK).
4. Pasal 12, Perusahaan Pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan.
Keempatnya harus dipatuhi secara kumulatif. Tidak boleh media yang ingin mendapat status perusahaan pers mengabaikan syarat di atas.