“Berbagai kajian menunjukkan stunting akan membawa 3 konsekuensi yaitu; pertumbuhan fisik kurang optimal, perkembangan kognitif terhambat sehingga secara akademis kurang berprestasi, dan mengakibatkan rentan terhadap penyakit. Artinya anak stunting menghadapi resiko lebih besar untuk tumbuh menjadi dewasa yang kurang berpendidikan, kurang sehat, dan cenderung memiliki pendapatan yang rendah secara finansial,” lanjutnya.
Pada 25 Januari 2021 Presiden Jokowi menunjuk BKKBN sebagai Koordinator Percepatan Penurunan Stunting dengan target 14% secara nasional pada tahun 2024. Artinya rata – rata target penurunan angka stunting adalah 2,5%. Tentu hal ini bukanlah hal mudah apabila melihat Rata- Rata Penurunan Stunting pada periode RPJMN 2015 – 2019 adalah 0,3% per tahunnya.
“Sebagai salah satu bentuk komitmen untuk mempercepat penurunan stunting, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Perpres ini juga berfungsi untuk memperkuat kerangka intervensi yang harus dilakukan dan kelembagaan dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting,” ungkapnya.
Fungsi dari BKKBN dalam penurunan stunting adalah untuk melakukan intervensi sensitif melalui sosialisasi edukasi dan pendampingan terkait penyiapan kehidupan berkeluarga, pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kehamilan, peggunaan alat kontrasepsi dan pengasuhan anak terutama pada periode krusial, yaitu 90 hari jelang nikah, 270 hari kehamilan hingga 730 hari pasca persalinan.,” jelas Teguh.