Terbitnya IUP PT. Bintangdelapan Wahana di Morowali Tahun 2014 tersebut mengakibatkan tumpang tindih Wilayah IUP dengan lima perusahaan lain yang sudah berstatus Operasi Produksi seluas 20.500 ribu hektar. Termasuk di dalamnya IUP PT. Artha Bumi Mining seluas 10.160 Ha.
“Kami atas nama kuasa hukum PT. Artha Bumi Mining sebagai pelapor, mengapresiasi kinerja Polda Sulteng yang telah menetapkan Tersangka atas laporan pidana dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh PT. Bintangdelapan Wahana, mengingat PT. Artha Bumi Mining telah mengalami kerugian yang sangat signifikan terutama dalam realisasi investasi.
Kami juga berharap Penyidik tidak hanya berhenti sampai penetapan FMI alias F sebagai tersangka, besar harapan kami selaku kuasa hukum adanya pihak-pihak lain yang turut terlibat atas adanya dugaan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP,” ucap Happy.
Lebih lanjut Happy mengatakan, kerugian-kerugian yang dialami PT. Artha Bumi Mining, tentu juga telah menimbulkan kerugian bagi negara yang begitu besar dari sektor nikel, karena dalam 10 Tahun terakhir sejak terbitnya IUP PT. Bintangdelapan Wahana di Morowali, dimana PT. Artha Bumi Mining tidak dapat melaksanakan aktifitas pertambangan untuk memberikan segala yang menjadi kewajiban dan konstribusi dalam penerimaan negara dan memberi manfaat bagi perekonomian nasional.
Baru-baru ini, Dirjen Minerba menerbitkan Surat No. T259/MB.04/DJB.M/2024 Perihal Pemberitahuan Pembatalan Status IUP Terdaftar PT. Artha Bumi Mining tanggal 13 Februari 2024, yang seolah-olah melaksanakan Putusan Mahkamah Agung No. 360 K/TF/2023, padahal terhadap objek sengketa sudah tidak ada dan Putusan Peninjauan kembali kedua 6 PK/TUN/2023, yang mana objek sengketa juga tidak ada lagi karena telah bermuara di Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 540/688/IUP-OP/DPMPTSP/2018 tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bintangdelapan Wahana tanggal 19 Desember 2018.