Indonesia telah resmi melarang ekspor bijih nikel mulai Januari 2020. Kebijakan itu sejalan dengan diterbitkannya Permen ESDM nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Permen ESDM nomor 25 tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Presiden Jokowi mengatakan, tak akan mundur dari kebijakan menyetop ekspor bahan mentah dan mengupayakan hilirisasi di dalam negeri.
‘’Barang-barang kita, mau diolah di sini, hak kita dong. Ya, kita harus hadapi, jangan begitu digugat kita mundur. Kesempatan itu datang lagi, peluang itu datang lagi. Ini kesempatan mengintegrasikan industri-industri kita di dalam negeri,” paparnya.
Jokowi mengajak berkaca pada peristiwa beberapa waktu lalu, ketika Indonesia kehilangan peluang mendulang nilai tambah perekonomian, ketika pasar dunia mengalami lonjakan kenaikan harga dan permintaan (booming) minyak dan kayu. Saat masih menjadi net exporter, dengan angka produksi lebih besar dari konsumsi, Indonesia bertahun-tahun hanya menjual minyak mentah. Pada saat yang sama, di tahun 1980-an Indonesia juga masih mengekspor kayu gelondongan ke Jepang dan Korea.
“Dulu ada booming minyak, booming kayu dan kita kehilangan kesempatan. (Kali) ini tidak. Minerba harus menjadi fondasi dalam rangka memajukan negara kita Indonesia,” kata Presiden Jokowi.
Kebijakan penghentian ekspor bahan mentah ke pasar dunia itu bukannya tanpa risiko. Penghentian ekspor bijih nikel berbuah gugatan dari Uni Eropa ke World Trade Organization (WTO). Kebijakan itu dianggap tidak sejalan dengan prinsip kesetaraan mengakses bahan mentah industri. Hal serupa juga terjadi saat Indonsia menyetop ekspor kayu gelondongan pada akhir 1980-an. Belum lagi banyaknya protes dari pelaku usaha di dalam negeri.