Kebijakan impor dipilih mengingat ongkos produksi yang masih tinggi dan berakibat pada kurang kompetitifnya etanol sebagai bahan bakar alternatif untuk kendaraan.
Mengingat nilai investasinya yang besar, Kementerian Perindustrian sigap menginventarisir sejumlah persoalan demi menyiapkan karpet merah bagi investasi etanol dari UEA.
“Kami sudah sampaikan ke Pertamina dan mereka menyambut baik. Tinggal bagaimana agar cukai dari etanol ini bisa dikecualikan agar bisa kompetitif,” jelas Putu Juli Ardika.
Khusus bioethanol, pemerintah telah menjalankan program E2 (bioethanol 2 persen) dalam pengembangan biofuel. Namun, implementasi pengembangannya masih tersendat-sendat. Pasalnya, harga bioetanol yang dinilai masih tinggi menjadi kendala dalam penerapan E2 tersebut.
Pemerintah sendiri berupaya keras mencari sejumlah cara atas pemberian insentif pada E2, sehingga harga di masyarakat bisa semakin murah. Dengan demikian, pemanfaatan etanol dalam energi baru dan terbarukan semakin massif sehingga transformasi menuju cita-cita energi hijau bisa diakselerasi, bahkan bisa menjadi motor perubahan ekonomi Indonesia. (indonesia.go.id)