Dalam perkembangan kesehatan global saat ini, kejadian resistensi antimikroba tidak lagi hanya dilihat sebagai masalah yang berdiri sendiri tetapi juga terkait dengan berbagai sektor seperti kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan (termasuk perikanan dan akuakultur), rantai makanan, pertanian dan sektor lingkungan.
dr. Kalsum menjelaskan strategi pengendalian resistensi antimikroba yang sudah dilakukan di Indonesia adalah dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman resistensi antimikroba, melakukan peningkatan pengetahuan dan bukti ilmiah melalui surveilans. Saat ini ada 20 rumah sakit yang terpilih untuk melakukan surveilans antimikroba yang terdiri dari rumah sakit umum pemerintah pusat dan RSUD.
Upaya selanjutnya pengurangan infeksi melalui sanitasi hygiene, optimalisasi pengawasan dan penerapan sanksi jika peredaran dan penggunaan antimikroba tidak sesuai standar, serta peningkatan investasi melalui penemuan obat, metode diagnostic, dan vaksin baru.
Sektor perikanan dan budidaya pun rentan berisiko terjadi resistensi antimikroba. Dirjen Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI TB. Haeru Rahayu mengatakan untuk bisa memelihara ikan, memelihara udang, memelihara komoditas lainnya dibutuhkan upaya untuk menjaga kesehatannya. Sementara untuk menjaga kesehatannya belum bisa lepas dari penggunaan obat baik itu yang sifatnya herbal maupun yang sifatnya kimiawi.
”Salah satunya kita masih menggunakan antimikrobial seperti jenis-jenis antibiotik. Ini yang sedang kita coba kendalikan untuk penggunaannya supaya lebih bijak, supaya tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari,” katanya.