Salman Yoga: Buku “Seperti Belanda” Mengaktualisasikan Empati

Awalnya Salman megira para penulis puisi (penyair) akan berbicara lantang bagaimana konflik Aceh telah merenggut nyawa, menyita keindahan hingga menghapus waktu-waktu yang selayaknya indah. Tetapi puisi-puisi yang muncul dalam proses kurasi justru melihat lebih jauh dan beragam tentang Aceh dengan kurun waktu yang cukup panjang.

Dari puisi-puisi yang terangkum dalam buku ini sesungguhnya dapat dilihat sebuah kejayaan, kemamukran, perjuangan, kemudian konflik hingga bencana Tsunami dan berakhir dengan perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Negara Republik Indonesia.

“Diantara fase-fase tersebut ada hal lain yang tidak tanpak dalam kepermukaan dan para penulis puisi melihatnya sebagai sesuatu yang esensi. Yaitu tentang nilai-nilai kemanusiaan, cinta, harapan-harapan, heroisme-pengkhianatan serta “keingkarjanjian” negara dan lain sebagainya,” ungkap Salman.

15 tahun perjanjian damai itu, menurut Salman memang haru, tetapi ternyata semua belum sepenuhnya “damai” di mata para penulis puisi, karena ingatan dan apresiasi-empati mengaktualisasikan kembali apa yang selayaknya tidak terjadi di negeri indah ini.*** (pege)

Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, silahkan mengirim sanggahan dan/atau koreksi kepada Kami sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers melalui email: transnewsredaksi@gmail.com