“Dokumen elektronik itu sudah merupakan dokumen yang mengikat antara kedua belah pihak, dan yang sifatnya perdata sehingga dibutuhkan meterai elektronik,” ujar Suryo Utomo.
Merujuk UU nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Meterai , Dirjen Pajak itu menyebutkan, dokumen elektronik adalah objek bea meterai. Kemudian, pemerintah menerbitkan aturan pelaksana terkait dengan PP nomor 86 Tahun 2021.
“Di sana cara pemeteraiannya diatur secara khusus, karena berbeda dengan dokumen kertas dengan pemeteraian elektronik. Ini sudah ditandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 133 dan PMK 134 terkait implementasi pemeteraian secara elektronik, sebagai pelaksana PP 86 2021, tindak lanjut dari UU 10 tahun 2020 itu,” ujar Suryo pula.
Lebih jauh, Suryo Utomo menjelaskan, meterai elektronik itu akan dicetak oleh Perum Peruri yang telah ditunjuk sebagai penyedia meterai. Selain itu, Peruri dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tujuannya, untuk menunjang infrastruktur meterai elektronik terutama dari sisi keamanan dan keabsahan data, sekaligus mencegah adanya pemalsuan meterai elektronik.
“Sebelum dimanfaatkan masyarakat, sistem ini telah dirancang dan disiapkan dalam waktu sangat panjang,’’ ujar Dirjen Pajak Suryo Utono. Harapannya, masyarakat mudah mendapatkannya, tindak pemalsuan meterai berkurang, dan penerimaan negara meningkat. ‘’Itu sedikit cerita mengenai pemeteraian secara elektronik,” kata Dirjen Pajak Suryo Utomo. (indonesia.go.id)