“Padahal, Sarah Avilia sejak awal masuk ke Kota Bekasi tidak pernah masuk ke Camp Dragon. Surat izin orang tua pun yang menjadi syarat bergabungnya ke Sasana Camp Dragon itu tidak ada dan di dalam surat perjanjian dituliskan adanya surat izin orang tua,” kata Roni.
“Perjanjian ini pun dibuat tanpa adanya koordinasi dengan orang tua bahkan atlet yang bersangkutan itu sendiri. Secara terpaksa Sarah Avilia pun menandatanganinya. Saat Sarah Avilia ditanyakan kenapa menandatangani surat perjanjian itu, Sarah Avilia menjawab kalau tidak ditandatangani, Sarah Avilia takut tidak diikutsertakan kejuaraan yang ada,” imbuhnya.
Perjanjian ini hanya menekankan kewajiban atlet sedangkan kewajiban YT sebagai ketua sasana tidak disebutkan. Jadi perjanjian ini sangat memberatkan sebelah pihak terutama untuk atlet dan tanpa adanya batas waktu.
“Atas ketidaknyamanan ini, putri kami pun keluar dari organisasi. Tapi justru kami mendapatkan intimidasi dan ada dugaan berusaha mengantung prestasi anak kami. Salah satunya penjegalan untuk mengikuti PON Aceh Sumut kemarin,” terang Roni.
Upayakan Jalur Hukum
Segala upaya mediasi maupun komunikasi untuk menyelesaikan persoalan ini telah dijalankan. Dimulai dengan melakukan somasi pertama (16 November 2023), somasi kedua (28 November 2023), dan somasi ketiga (1 Desember 2023) dengan harapan permasalahan ini selesai secara kekeluargaan.
“Namun, somasi kami didiamkan tak digubris. Maka kami pun menempuh jalur hukum dengan melaporkan perkara ini ke Polresta Bekasi Kota dengan nomor laporan LP/B/2105/XI/2024/SPKT/SAT RESKRIM/RESTRO/ BEKASI KOTA /POLDA METRO JAYA pada tanggal 21 November 2024 dan LP/B/114/I/2024/SPKT.SATRESKRIM/POLRES METRO BEKASI KOTA/POLDA METRO JAYA tanggal 13 Januari 2024,” paparnya.