Penampungan CPMI tersebut, berlokasi di dua perumahan berbeda di Kecamatan Sukun.
Saat penggerebekan pada Jumat (8/11/2024), ditemukan 41 CPMI yang sedang ditampung.
Setelah memeriksa 47 saksi dan menggelar perkara, Polisi menetapkan HNR dan DPP sebagai tersangka.
HNR berperan sebagai penanggung jawab tempat penampungan, sementara DPP menjabat sebagai kepala cabang PT NSP wilayah Malang.
Para CPMI tersebut, sebelumnya mengikuti pelatihan di sebuah Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Tangerang selama tiga bulan, sebelum dikembalikan ke PT NSP di Malang.
“Dari hasil penyidikan, ternyata PT NSP tidak memiliki izin untuk mengoperasikan tempat penampungan CPMI,” ungkap Kombes Nanang.
Atas perbuatannya HNR, ia dijerat Pasal 351 subsider Pasal 352 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara.
Selain itu, ia juga dijerat dengan Pasal 2 Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan/atau Pasal 69 dan/atau Pasal 71 Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman 15 tahun penjara.
Sementara itu, Kombes Pol Nanang menegaskan penyidikan terus berlanjut, dan pihaknya akan memeriksa LPK di Tangerang yang terkait dengan kasus ini, mengingat PT NSP sudah beroperasi sejak Februari 2024.
“Kami akan terus menggali informasi lebih dalam,” terang Kombes Nanang.
Sementara itu, dari 41 CPMI yang diamankan, 13 orang telah ditempatkan di Rumah Aman (Safe House) Dinas Sosial P3AP2KB Kota Malang, sementara 28 lainnya sudah dipulangkan ke rumah masing-masing.