3. Keberlanjutan Pasokan Listrik.
Filipina menghadapi krisis energi dan sering mengalami pemadaman listrik setelah privasasi sektor kelistrikan. Tantangan serupa bisa terjadi di Indonesia jika pasokan listrik tidak dijaga dengan baik, dan intermitensi dari pembangkit energi baru terbarukan dapat mengganggu keandalan sistem.
4. Beban APBN.
Di Indonesia, Power Wheeling berpotensi menambah beban APBN secara signifikan. Skema ini diperkirakan akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30 persen dan non-organik hingga 50 persen.
Akibatnya, biaya produksi listrik naik, sementara pemerintah harus menanggung kompensasi besar untuk menjaga tarif listrik tetap terjangkau. Tantangan-Tantangan Lain yang Dihadapi Indonesia
Selain belajar dari pengalaman Filipina, Indonesia perlu menghadapi beberapa tantangan utama
dalam implementasi Power Wheeling, termasuk:
1. Regulasi yang Mendukung.
Diperlukan kerangka hukum yang jelas dan tegas untuk memasJkan kepasJan hukum dalam hubungan antara PLN, produsen listrik swasta, dan konsumen. Regulasi yang tepat juga diperlukan untuk menghindari potensi pembentukan kartel di sektor ketenagalistrikan.
2. Keberlanjutan Investasi.
Power Wheeling membutuhkan investasi besar dalam pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan. Pemerintah harus memastikan adanya kepastian investasi yang cukup untuk mendorong minat produsen listrik swasta dalam berinvestasi.
3. Beban Subsidi Listrik.
Dengan skema Power Wheeling, tarif listrik akan ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran (demand and supply). Ketika permintaan tinggi dan pasokan tetap, tarif listrik pasti naik, yang berakibat pada kenaikan subsidi listrik yang harus ditanggung oleh APBN.