“Tapi implementasi kebijakan dari pihak pemerintah desa Pamekarsari sangatlah ironis. Karena tidak mampu menyerap tenaga kerja warga setempat pada pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang bersumber dari dana desa,”ungkap Afsor.
Mengenai keterangan dari Kepala Desa dan Pelaksana proyek,Afsor mengatakan keterangan itu sama sekali tidak ada Faktanya, kenyataannya sampai pada tahapan pengurugan ini tidak ada masyarakat disini yang dilibatkan walau hanya dikerjakan sebagai laden (tukang aduk atau buruh harian lepas dibagian lainnya).
“Pengerjaan pengurugan malah menggunakan Beko, sementara warga disini yang biasa diburuh bangunan itu ditelantarkan, sangat keterlaluan,” ucapnya.
Afsor menambahkan,jangankan menghargai warga dan pengurus setempat, malah mereka menyebut kami sebagai Sireum Ateul (semut gatel), itu apa maksudnya?. Kami menganggap itu sebagai sebuah pelecehan, sangat merendahkan martabat kemanusiaan yang mana kami ini sebagai masyarakatnya.
“Dikemanakan hati nurani orang ini. Kami sangat tersinggung dan merasa martabat kami sebagai masyarakat sudah direndahkan. Atas ujaran tersebut kami meminta penjelasan yang sejelas-jelasnya dari mereka yang mengatakannya,” pungkasnya. (LA) Editor: Nas