“Tidak ada penindakan apabila melampaui dimensi atau muatan. Ada batasan-batasan yang sudah dipahami,” jelasnya.
Kesepakatan yang ditandatangani oleh Polda Jatim, Dishub Provinsi Jatim, Kepala BPTD Wilayah XI Provinsi Jatim dan Perwakilan GSJT membuat Wagub Emil lega. Sebab, dengan adanya kesepakatan tersebut, para sopir bisa kembali beraktivitas sehingga roda perekonomian kembali berjalan.
“Saya berterima kasih kepada seluruh stakeholder yang mendengarkan dan melayani perwakilan sopir yang memiliki unek-unek. Dengan demikian, roda ekonomi kembali bergerak sehingga masyarakat sejahtera,” ungkapnya.
Terkait penindakan, Dirlantas Polda Jatim Latief Usman menegaskan, bahwa disepakati tidak ada penindakan bagi sopir. Namun dengan catatan para sopir tidak membahayakan dirinya sendiri serta pengguna jalan lainnya.
“Jadi mereka harus sadar ketika membawa muatan banyak tapi perilaku nya ugal-ugalan. Nanti akan membahayakan,” tegasnya.
Menurut Latief, per 1 Januari 2022 Polda Jatim telah menerapkan penindakan pelanggaran lalu lintas ODOL secara elektronik.
“Kami tidak akan bersentuhan dengan masyarakat. Silakan masyarakat beraktivitas agar ekonomi terus bergerak untuk mendukung pembangunan di Jatim,” pungkasnya.
Adapun empat poin yang disepakati antara Pemprov Jatim, Polda Jatim, Kepala BPTD dengan Perwakilan GSJT antara lain:
1. Menyampaikan aspirasi berupa Surat kepada Kementerian Perhubungan RI yang memuat: Biaya/ongkos sopir kendaraan agar segera dilakukan pembahasan.
A. Usulan subsidi terkait dengan pemotongan kendaraan.