“Untuk usia rentan diprioritaskan melakukan pemeriksaan Swab Test,” imbuh Komjen Pol Agus Andrianto.
Sementara itu Wakil Kepala BIN, Letjen TNI (Purn) Teddy Lhaksmana, menjelaskan adanya kasus pengambilan paksa jenazah pasien COVID-19 di Bekasi, Makassar, dan Surabaya salah satunya dikarenakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Selain itu, masyarakat ada yang menolak keluarganya dimakamkan dengan prosedur COVID-19, terutama untuk pasien yang hasil tes swab-nya negatif atau bahkan belum dilakukan tes sama sekali.
“Ada beberapa kalangan masyarakat berpendapat bahwa terkena COVID-19 adalah aib apabila positif,” kata Letjen TNI (Purn) Teddy Lhaksmana.
Hal itu kemudian diperparah dengan adanya isu beberapa rumah sakit mengambil keuntungan yang tidak wajar dari jenazah yang dimakamkan secara prosedur COVID-19. Isu lainnya adalah rumah sakit membayar orang untuk mengaku pasien COVID-19.
“Adanya isu masyarakat dibayar untuk mengakui pasien COVID-19 merupakan isu yang tidak benar,” tegas Letjen TNI (Purn) Teddy Lhaksmana.
Sementara itu, terkait adanya penolakan Rapid Test, Waka BIN menjelaskan karena adanya surat edaran yang mengatasnamakan Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang berisikan imbauan kepada seluruh MUI dan ulama se-Indonesia agar tidak melakukan Rapid Test karena merupakan modus operasi negara komunis China.
“Dan MUI sudah mengklarifikasi bahwa surat edaran itu tidak benar,” ungkap Letjen TNI (Purn) Teddy Lhaksmana.
Dari beberapa isu yang beredar di masyarakat tersebut tujuan utama adalah untuk memunculkan rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap tenaga medis,” tambahnya.